i

1. Infeksi Paru-paru dan Saluran Napas

Tjandra menjelaskan, kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, di mulut, dan di tenggorokan. Kabut asap juga dapat menyebabkan reaksi alergi, peradangan, hingga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Yang paling berat adalah terjadi pneumonia.
"Kemampuan paru dan saluran pernapasan mengatasi infeksi juga berkurang sehingga menyebabkan lebih mudah terjadi infeksi," jelas Tjandra, Senin (7/9/2015), sebagaimana dilansir Kompas.
Untuk mencegah efek buruk tersebut, Tjandra mengimbau masyarakat yang telah memiliki penyakit kronik dan gangguan pernapasan untuk mengurangi intensitas ke luar ke luar rumah. Selalu gunakan masker yang baik jika berada di luar rumah. Lalu, jangan lupa untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat. (Lihat: Cara Melindungi Diri dari Risiko Gangguan Asap Riau)
2. Mengancam Keberlangsungan Berbagai Satwa Liar Dilindungi

Dalam beberapa minggu terakhir, warga sering mendengar suara harimau yang keluar hutan dan memakan sapi dan kambing milik warga. Harimau ini keluar habitat karena makanannya di dalam hutan sudah banyak yang mati.
Sementara itu, orangutan di Pusat Reintriduksi Palangkaraya, Kalimantan Tengah, juga terkena dampak kabut asap. Menurut data Borneo Orang Utan Survival Foundation, disebutkan bahwa selama Agustus 2015, ada enam ekor bayi orangutan terserang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sangat parah.
Sedangkan, ratusan orangutan dewasa terancam penyakit airsacculitis yakni infeksi kantong suara. Dampak kabut asap juga membuat pengelola Yayasan Bos Nyaru Menteng Palangkaraya mengurangi waktu sekolah hutan bagi orangutan untuk meminimalisir jumlah orangutan yang terkena ISPA.
3. Kerusakan Lingkungan

“Pembakaran biomassa di Indonesia semakin intensif baik frekuensi maupun tinggkat kerusakannya sejak era 1970-an. Di bulan Juni 2013, polusi udara regional di Semenanjung Malaya mencapai rekor tertinggi, dimana kabut menyebar di tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Singapura, dan menyebabkan negara-negara tersebut berada dalam kondisi siaga,” ungkap penelitian yang dilakukan oleh Zeehan Jaafar dari University of Singapore dan Tse-Lynn Loh dari John G. Shedd Aquarium. Dikutip dari Mongabay, penelitian tersebut dimuat dalam jurnal ilmiah Global Change Biology.
Kendati terus menimbulkan krisis, masalah pembakaran lahan dan kabut asap ini masih terus terjadi. Bahkan, masalah ini semakin besar pada 2015. Tahun lalu, NASA masih merekam ratusan titik api di Sumatera.
Sejumlah dampak terhadap kesehatan, keragaman hayati, dan perekonomian ramai diberitakan oleh media massa. Sayangnya, tak satupun yang membahas dampak kabut asap dan kebakaran hutan ini terhadap ekosistem laut.
4. Angka Kemiskinan Bertambah

"Kalau tidak segera diselesaikan, saya khawatir kabut asap akan menambah angka kemiskinan," ujar Firmanzah,Rektor Universitas Paramadina, Minggu (27/9/2015) sebagaimana dikutip dari Kompas.
Firman memprediksi bahwa angka kemiskinan akan melonjak naik karena terjadi darurat kekeringan yang mengganggu sistem pertanian dan perkebunan. Persoalan kabut asap di Sumatera dan Kalimantan dinilai ikut berperan dalam capaian ekonomi pada Semester I tahun 2015.
5. Dampak Ekonomi Secara Umum

Pada tahun lalu, terungkap bahwa kerugian akibat kabut asap yang dihitung selama tiga bulan dari Februari hingga April 2014 di Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun. Namun, dari jumlah wilayah yang terkena serta tingkat keparahan kabut asap yang terjadi tahun ini, Sutopo memperkirakan jumlah kerugian kali ini akan lebih besar.
"Ya pasti. Kalau melihat skalanya lebih luas, pasti lebih tinggi (kerugiannya). Pada 2014 terkonsentrasi terutama di Riau, sekarang lebih meluas penyebaran asapnya di Sumatera dan Kalimantan. Saya lagi menghitung ini (kerugiannya)," kata Sutopo.
No comments:
Post a Comment